Sanksi Denda Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan
Mataram- Pemerintah provinsi NTB memberlakukan denda bagi pelanggar protokol kesehatan untuk pencegahan Covid 19. Sanksi tersebut akan diatur dalam Peraturan Gubernur sesuai Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Penyakit Menular yang baru saja ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Rapat Paripurna, Senin (03/08) di gedung DPRD NTB.
Besaran denda bagi masyarakat yang melanggar ketentuan wajib dalam kebijakan protokol penanggulangan penyakit menular seperti disebutkan dalam pasal 17 ayat 1 sebesar Rp 500 ribu.
Gubernur NTB, Dr Zulkieflimansyah saat menyampaikan pandangan akhir dalam rapat paripurna dewan menegaskan pentingnya lembaga legislatif menyerap kebutuhan masyarakat sekaligus memahami kerja pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Saya mengapresiasi hasil kerja dewan yang telah menetapkan dua dari empat usulan Raperda inisiatif eksekutif menjadi peraturan daerah. Hal ini menjadi sinergi dalam rangka membangun daerah bersama sama”, ujar Gubernur.
Empat usulan Raperda yang disetujui dan ditetapkan DPRD adalah Perda tentang Penanggulangan Penyakit Menular dan Perda tentang Penyelenggaraan Komunikasi dan Informatika. Kedua Perda ini, oleh DPRD ditetapkan atas dasar pertimbangan kekinian.
Merujuk pada UU 23 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan pemerintah daerah, sesuai kewenangan daerah dilakukan penyesuaian dalam pasal pasalnya dan sesuai pula dengan Perda nomor 3 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik terutama penyelesaian area blankspot di beberapa daerah. Hal ini ditekankan dewan dalam rangka belajar daring di masa pandemi bagi pelajar dan mahasiswa.
Begitupula kepentingan mendesak bagi pencegahan dan penanganan Covid 19 saat ini, dimana bab khusus tentang uraian protokol penanganan Covid 19 dan pasal nya serta pasal tentang peran serta masyarakat diatur terpisah dari penanggulangan penyakit menular lainnya yang diatur dalam Perda Penanggulangan Penyakit Menular.
Ketua Pansus Perda Penanggulangan Penyakit Menular, Raihan Anwar mengatakan, dalam prosesnya, Raperda ini juga telah dilakukan uji publik dan berkonsultasi dengan Kementerian Kesehatan RI agar arah dan landasan penanganan yang diatur dalam Perda berkekuatan hukum.
“Pansus juga melakukan uji publik melibatkan akademisi, praktisi dan kementerian agar urgensi Perda dapat diterapkan sesuai kebutuhan”, ujar Raihan.
Sementara dua Raperda lainnya tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Raperda tentang PT Gerbang NTB Emas, dimintakan perpanjangan waktu pembahasan. Objek yang krusial menurut dewan adalah belum adanya analisis investasi dari pemerintah provinsi dan rencana bisnis dari manajemen PT GNE untuk tambahan penyertaan modal daerah sebesar 60 miliar.
Sedangkan Raperda Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dengan objek pemasukan/ pendapatan daerah dari penyertaan modal daerah di beberapa BUMD maupun perusahaan swasta daerah yang sedang berjalan, dinilai dewan belum cukup signifikan memberi pemasukan pendapatan daerah sehingga perlu antisipasi penyertaan modal baru.
Mekanisme itu, menurut dewan dengan pengembangan kerjasama, studi banding dan fungsi manajemen yang tertib dan terbuka. Beberapa perusahaan itu diantaranya, Bank NTB Syariah, Jamkrida, PT Suara Nusa dan PT GNE. (*)