SE Toa Masjid, Dewan NTB Minta Masyarakat Jangan Reaktif
Mataram – Surat Edaran menteri agama, Yaqut Cholil Qoumas terkait aturan penggunaan pengeras suara di masjid, masih menjadi polemik di tengah masyarakat.
Bahkan, tak sedikit juga yang mengecam SE tersebut, hingga menuntut menag dicopot dari jabatannya.
Gelombang massa kecaman atas SE dan pernyataan menag terkait pengeras suara itu juga terjadi diberbagai daerah, tak terkecuali di Provinsi NTB. Berbagai elemen masyarakat dan pergerakan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa, sebagai respon atas kebijakan yang dianggap mendiskreditkan umat islam tersebut.
Wakil ketua DPRD NTB, Muzihir juga turut memberikan sikap atas SE menag dengan mengatakan bahwa SE tersebut sifatnya tidak mengikat, sehingga bisa diterima ataupun tidak diterima, tergantung situasi dan lokasi dimana masjid itu berada.
Jika masjid berada di komplek non muslim, maka SE tersebut pungkasnya bisa diterapkan. Namun, berbeda jika masjid berada di tengah komplek umat islam maka aturan itu bisa diabaikan.
“Sekarang tergantung lokasi dimana. Kalau misalnya masjid itu didekat kampung non muslim, tapi kalau di tengah-tengah masyarakat muslim akan marah kalau gak diputarkan ngaji sebelum subuh,” tandas Muzihir
Muzihir yang juga ketua DPW PPP NTB juga mengatakan bahwa SE tersebut hanya bersifat himbauan, dan bukan larangan penggunaan pengeras suara. Sehingga, tidak perlu ditanggapi dengan reaksi yang berlebihan/ yang bisa mengganggu kondusifitas daerah.
Sebelumnya, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala.
Dalam SE tersebut, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala diminta diatur maksimal 100 desibel, dan waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.(ddy/mtr)